Kamis, 29 April 2010

Perempatan Penentuan


--> -->

Perempatan Penentuan

Cerpen : Uchant

“Lelaki berkaca mata itu akan lewat sekitar pukul tujuh lewat lima menit. Jangan sampai tidak bertemu dengan dia ya!”
Hmmm… pesan itu masih kusimpan baik-baik di memori otak. Dan kurasa memang belum terlupakan sejak Fery mengatakan itu tadi pagi. Tetapi entah kenapa, lelaki berkaca mata itu tak kunjung lewat. Apakah mataku yang kurang awas, atau memory otakku yang tak sedemikian cerdas sehingga tak mampu mengingat-ingat cirri khusus yang lain, sehingga sampai sekarang ini belum kutemukan batang hidungnya. Walau wajah dan perawakannya hanya ada dalam imajinasiku. Yang benar-benar bisa dilihat nyata hanyalah kaca mata.
Banyak manusia yang berkacamata di dunia ini. Tak terkecuali daerah Jogjaku tercinta ini. Ada berapa ribu orang yang berkaca mata? Sembari berjalan mengelilingkan koranku, menggerutu dan menyumpahi kakakku yang tidak memberikan ciri secara jelas tak lepas dari hatiku. Mulut bersua pada konsumen, dan hati bersua pada kejahatan. Hahahaha… sejak kapan menggerutu dan menyumpahi jadi tindakan kriminal??? Aku mencoba menghibur diri.
Udara semakin menyesakkan, dan cuaca juga tak mau kalah panasnya. Heran, kendaraan tak kunjung habis berlalu-lalang di jalanan. Tapi bersyukur juga, karena kehidupanku bergantung pada lalu-lalang mesin itu. Tetapi kadang muncul rasa bersalah juga, karena seolah-olah mengamini global warming untuk digalakkan. Huft… harus bagaimanakah?
Kuputuskan untuk pulang tanpa menemukan sosok lelaki berkacamata.

>_< >_< >_<

“Ach… dasar kakak menyebalkan!” teriakku.
“Hahaha… kenapa? Baru seminggu juga, udah ngeluh gitu.” Katanya sembari memasukkan barang bawaan ke dalam tas kerja.
“Kalau seperti ini, siapa yang mau denganku? Gara-gara gantikan dirimu, tiap hari kena matahari, kulit jadi coklat, kusem. Huh!” Kataku dengan muka manyun.
“Hei hei !! Waaa… lebai tu namanya. Kerja aja pagi, matahari masih menyehatkan! Wuu.. cari alasan saja kamu. Kalu kulit jadi gitu, emang dasarnya kamu yang kagak suka mandi. Hwakaka…” Timpal kakak.
Huh! Emang dasar pedebat kusir, gak pernah mau ngalah walopun sama adek sendiri. Haaaaaah… ingin rasanya berteriak lantang di pegunungan, menghilangkan kekesalanku.
Kugantikan tugas kakak sebagai loper Koran di pagi hari, semenjak dia dapat pekerjaan baru yang katanya lebih menjanjikan. Pagi sudah harus bertengger di perempatan jalan berlampu merah kuning hijau. Berjalan mondar-mandir menawarkan berita. Bersyukur jika yang lewat saat itu orang-orang yang suka berita. Lah, jika pas ketemu orang-orang yang masa bodoh dengan berita… Huft, ,,
“Gimana, dapat pelanggan belum? Gak susahkan… hanya angkat tangan mbil bawa Koran kok. Hehe..” kakakku berkata sambil tertawa ngejek.
Kujawab hanya dengan cibiran saja.
“Pelanggan kakak yang dulu dipertahanin. Sulit lho… Dah ketemu dengan yang berkacamata? Dia selalu beli kalau pas lewat.”
“Yang berkacamata itu banyak… tapi pada tidak beli…” jawabku.
“Masa… pas dulu yang jualan kakak, tiap hari lewat kok. Ooo… karena yang jualan ganti, dia ogah beli kali… “
“Gara-gara tiap hari mengingat lelaki berkacamata, aku jadi gak konsen jualan. Sebenare yang penting, semua orang yang lewat ato cuma lelaki pelanggan kakak itu? Satu banding banyak kak. Sadar gitu.” Jawabku.
“Haha… iya-iya… Yawda, kakak berangkat kerja dulu. Sana gih, kamu siap-siap juga. Kakak percayakan tugas itu padamu ya..”
Tugas apa? Fiuh… kulepaskan nafasku dengan gaya aneh. Langsung mengambil topi. Menyembunyikan rambut panjangku dibalik topi dan menggunakan penutup wajah selayaknya cadar. Tak lupa ganti pakaian dengan corak gaya cowok. Setelah yakin penyamaran sempurna, langsung ambil sepeda dan melaju menuju tempat biasa aku bertengger.
Berangkat lebih pagi berharap mendapatkan banyak pelanggan. Lelaki berkacamata masuk juga dalam kategori pelanggan. Tapi belum sepenuhnya masuk, baru terdaftar. Tentu karena sampai saat ini belum jelas batang hidungnya. Belum bisa dimasukkan ke pendapatan tetap.

>_< >_< >_<

Detik-detik lampu merah hamper selesai. Buru-buru aku menyerahkan Koran ke dalam mobil konsumen. Jika kena lampu hijau, sulit untuk kembali ke pinggir jalan yang teduh. Berlari aku mencoba meraih keteduhan itu. Hampir langkah terakhir menginjak trotoar, mataku menyadari seorang lelaki yang didekatku berkacamata.
Ahch… bahagianya aku menemukan pelanggan kakakku. Kuulaskan senyum dan menyerahkan Koran ke lelaki berkaca mata itu.
“Koran?” kataku dengan meniru suara lelaki.
Tak ada jawaban, hanya gelengan kepala. Dan ia pun melaju seiring lampu hijau yang dinantinya. Meninggalkan gerutuan di hati.
Pikiranku yang baik mengajarkanku untuk berpikir bahwa itu bukan orang yang dimaksudkan kakakku. Terduduk aku, menunggu detik lampu merah kembali mengajakku bekerja.
Dengan semangat yang kuperbaharui, aku menyambut detik merah yang hanya sekejap itu. Meski orang tak bisa melihat wajahku yang kutata apik dibelakang masker, tapi hatiku bisa melihat itu. Lelaki berkacamata mencoba kulupakan. Sekarang saatnya mencari pelanggan baru. Tak tergantung hanya dari satu pelanggan.
Tampak sebuah motor berhenti di dekat trotoar. Ach.. pelanggan baru, pikirku. Berlari aku menyongsongnya. Dan betapa terkejutnya aku. Lelaki itu, berkacamata. Kulihat jelas itu, meski di balik kaca penutup helm. Ketika ku sodorkan Koran di hadapannya, lelaki itu membuka kaca penutup helmnya, membuka penutup wajahnya. Dan jelas-jelaslah aku melihat sesosok lelaki yang selama ini sangat kurindukan.
Mataku tak berkedip, tak terasa rasanya ketika lelaki itu mengambil Koran dari tanganku. Inikah lelaki yang dimaksudkan kakak? Apa maksud kakak sebenarnya dengan pertemuan ini?
“Asa… “ panggilnya.
Kenapa lelaki ini mengetahui namaku, padahal penyamaranku begitu sempurna? Ach… lama sekali aku tak mendengar panggilan itu. Panggilan yang membuat serasa ada salju yang mendinginkan udara disekelilingku. Ibu, benarkah engkau akan hadir kembali melalui sosok ini?
“Maukah engaku kembali berkumpul bersama ayah?”
Perkataan itu… membuat pikiranku buyar. Kutatap lelaki berkaca mata itu dengan mataku yang berkaca-kaca…


Ngayojokarto
27APR10_10.42

Berkawan IT untuk Kemajuan

Judul                : Teknologi Informasi dan Fungsi Kepustakawanan Penulis              : Rhoni Rodin Penerbit            : Calpulis ...