Minggu, 14 Maret 2010

Tikus Mati di Lumbung Padi, Pustakawan Gugur dalam Koleksi


-->
-->
-->

Tikus Mati di Lumbung Padi, Pustakawan Gugur dalam Koleksi


( Inspirited by “Libri di Luca” novel tentang perkumpulan rahasia pecinta buku )
Oleh : Uswatun Hasanah



Syok!!! Hampir tak bisa bernapas Luka ketika itu. Untuk beberapa menit ke depan, matanya kosong menatap sesuatu yang entah apa, nafasnya mulai terengah-engah tidak karuan. Wajahnya menyiratkan perasaan takut. Dan dengan setengah berlari ia meninggalkan kamarnya menuju taman depan rumah. Purnama nampak tersenyum malam itu.
Hening. Hanya terdengar derit ayunan yang dinaiki olehnya. Suaranya sungguh menyayat. Bagi orang yang tak pernah mendengarnya mungkin akan terdengar bak jeritan hantu penasaran. Namun bagi Luka, hal tersebut justru nyanyian paling bagus di malam itu.
Ketenangan malam membuat pikirannya kembali normal. Luka mulai menelisik apa yang terjadi olehnya. Bayang-bayang pikirannya mulai berkelebat seperti film kartun yang sedang ditayangkan.
Kemarin, begitu bahagianya Luka ketika menemukan sebuah buku yang dirasanya paling keren. Sebuah buku yang menceritakan tentang kehidupan para pecinta buku. Pecinta buku yang hanya tidak pecinta buku, namun pecinta buku yang mempunyai kemampuan misterius. Libri di Luca. Begitulah sampul buku tersebut memberitahukan.
Malam ini, baru saja ia membuka halaman bab pertama untuk menghilangkan rasa penasarannya, tapi Luka begitu syok! Luca Campeli. Tokoh pertama yang disebutkan dalam novel itu mempunyai kesamaan nama dengan Luka. Antara Luka dengan Luca. Pertama Luka begitu bahagia mempunyai kesamaan dalam tokoh imajinasinya. Yang membuat syok adalah ketika ia membaca paragraph pertama hingga habis.

Hasrat Luca Campelli untuk meninggal dikelilingi oleh buku-buku kesayangannya terwujud pada suatu malam di bulan Oktober.

Ia merasa dibunuh oleh buku itu. Hingga sampai Luka merasakan ketidakbernapasnya ia. Luka menjadi sungguh takut. Menggigil ia dalam taman itu ditemani derit menyayat ayunan yang juga setia menopang berat tubuhnya.

^_^ ^_^ ^_^

Luka. Sebagaimana mahasiswa biasanya yang banyak dituntut untuk selalu membaca. Luka pun seperti itu. Hanya ia lebih menyukai fiksi ketimbang buku-buku materi yang sebenarnya menjadi lebih wajib untuk dibacanya. Tetapi, apa salahnya jika fiksi yang dibaca adalah fiksi yang juga ada sangkut-pautnya dengan jurusan yang ia ambil? Begitulah katanya jika ia ditanya segelintir orang yang kebetulan memperhatikannya.
Hari itu, kuliah pertama selesai tidak tepat waktu. Lebih cepat dari biasanya sang dosen hendak menguji skripsi mahasiswa yang sudah jenuh terus-menerus ada di kampus. Luka yang tak percaya akan adanya teman itu kini mulai mengambil Libri di Luca dari dalam tas sampingnya.
Dibukanya dengan hati-hati dan rasa takut mulai merambahi dirinya. Dipaksanya untuk membaca. Satu kata, lalu baris, lalu paragraph, hingga kemudian bab. Membaca dan membaca. Terus membaca. Hingga terasa sangat sulit untuk mengalihkan matanya dari rangkaian paragraph yang ada di depannya.
“Lukaaa….” Seseorang memanggilnya.
Terkejutlah Luka, dan segera menengok kearah datangnya suara. Nampak salah seorang teman sekelasnya tersenyum melepaskan senyum untuknya.
“Apakah akan membolos lagi? Kuliah berikutnya sudah akan dimulai. Aku tunggu di kelas ya. Jangan lupa, lantai 6” tambahnya.
Luka tersenyum. “Ya” jawabnya.
Seringkali Luka tak ikut kuliah, bukan karena malas, tapi karena membaca. Entah apa, tapi setiap kali Luka menbaca, ia akan terus membaca. Membaca dan membaca, sulit sekali menghentikan. Akan terhenti jika ada segelintir orang yang kebetulan memperhatikannya dan mengurnya. Seperti kali ini. Seperti tersihir. Luka belum mampu mengontrol dirinya.
Luka yang tak percaya teman, baru merasakan mempunyai teman jika berkutat dengan buku. Buku-buku Luka tak pernah meninggalkannya. Bahkan ketika Luka merasa kesepian, imajinasi tentang buku-bukunya selalu menemani. Seperti paranoid. Paranoid yang bahagia.
Semakin lama ia meruntuti cerita Libri di Luca, Luka seperti menemukan siapa dirinya. Kemudian bertanya-tanya. Mungkinkah ia juga merupakan salah seorang dari pecinta buku rahasia. Jika iya, kenapa selama ini tak pernah ada yang memberitahukan hal tersebut kepadanya? Kenyataan lebih kepada jawaban tidak untuk semua perntanyaannya.
Luka yang tak pernah percaya pada teman, menganggap hanya buku-bukunya yang setia. Kemudian teringat dengan Luca Campelli, dan berpikirlah ia. Akankah ia juga akan berhasrat untuk meninggal ditemani dengan buku-bukunya?
Tetapi bukankah semua buku ada karena untuk memperluas pengetahuan dan memperkaya imajinasi? Mana yang lebih baikkah, mati dengan banyak buku ataukah mati dengan berbagai pelajaran yang didapat dari buku?
Luka menggeleng-gelengkan kepalanya, sembari berjalan menaiki tangga menuju ruang kuliahnya. Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja mengganggunya. Pertanyaan yang paling lama menggantung dalam pikirannya adalah benarkah kemampuan misterius para pecinta buku itu benar-benar ada? “Zaluka Hendri Setiawan” apakah masuk dalam daftar orang berkemampuan misterius?
Libri di Luca yang digenggam disamping tubuhnya, sedikit bersinar. Luka menatapnya. Dan ia tahu, Libri di Luca sedang tersenyum kepadanya.


Ngayojokarto
14MAR10_09.49

Tidak ada komentar:

Berkawan IT untuk Kemajuan

Judul                : Teknologi Informasi dan Fungsi Kepustakawanan Penulis              : Rhoni Rodin Penerbit            : Calpulis ...